Thursday, November 13, 2014

Gel Strength

Gel strength merupakan sifat statik lumpur pemboran yang merupakan suatu bentuk padatan dalam lumpur yang sirkulasinya dihentikan. Faktor penyebab terbentuknya gel strength yaitu adanya gaya tarik-menarik dari partikel-partikel plat clay sewaktu tidak ada sirkulasi. Gel strength didefinisikan sebagai gaya dalam gram yang diperlukan untuk memecah standard gel menjadi lumpur. Sistem satauan yang umum yang digunakan untuk gel strength adalah :
  • Gram dyne/cm2,  gr dyne/cm2.
  • Gram pound/sgft,  gr lb/ft2.

            Komponen-komponen pembentuk atau komponen aktif pembentuk lumpur yang dapat menyebabkan gel strength antara lain : clay, shale dan bentonite yang sudah memilki gaya tarik-menarik partikel platnya. Dalam suatu operasi pemboran, gel strength dikontrol agar mendapatkan suatu performance lumpur yang sesuai dengan fungsi yang diharapkan terhadap formasi yang dibor. Untuk standarisasi pengukuran gel strength dilakukan dua kali, yaitu pda initial time yaitu 0 menit atau tepat pada saat setelah sirkulasi lumpur dihentikan dan yang kedua yaitu setelah 10 menit sirkulasi dihentikan. Hubungan gel dengan thixotropic, yaitu sifat adanya gejala gel yang pecah dan menjadi lumpur pemboran kembali, kondisi ini bersifat reversible.

Viskositas

Viskositas didefinisikan sebagai tahanan lumpur pemboran untuk mengalir saat dipompakan. Viskositas dapat pula didefinisikan sebagai perbandingan antara shear stress (tekanan penggeser) dan shear rate (laju penggeseran). Untuk cairan yang termasuk Newtonian seperti air, perbandingan shear rate dengan shear stress ini sebanding dan konstan, sedangkan lumpur pemboran adalah termasuk cairan Non-newtonian dimana perbandingan shear stress dengan shear rate tidak konstan, disebut viskositas semu (appearent viscosity) serta memberikan hubungan variasi yang luas.

Tujuan dari pengenalan viscositas lumpur ini adalah untuk :
  1. Mengontrol tekanan sirkulasi yang hilang di annulus
  2. Memberikan kapasitas daya angkat yang memadai.
3.   Membantu mengontrol swab-prssure dan surge pressure

Peralatan yang dipergunakan untuk mengukur viscositas adalah sebagai berikut :
1.      Marsh Funnel
Viscositas yang diukur dengan menggunkan Marsh Funnel adalah viscositas elatif. Dimana dibandingkan dengan viscositas lumpur dengan viscositas ai tawar. Peralatan-peralatan yang digunakan untuk mengukur viscositas dengan cara Marsh Funnel adalah sebagai berikut :
-          corong
-          cangkir
-          stopwacth
Lumpur dimasukkan kedalam corong sebanyak 1500 cc, dan tutup ujung corong dengan jari. Masukkan ke dalam cangkir sambil menghidupkan stopwacth. Setelah volume lumpur didalam cangkir mencapai 946 cc dicatat sebagai viscositas dari lumpur. Satuan yang digunakan adalah detik.
Peralatan yang digunkan tersebut perlu dikalibrasi denga menggunakan air tawar. Bila dengan cara yang sama dengan mengukur viscositas lumpur didapatkan viscositasnya 26 detik = 0,5 detik, dinyatakan bahwa alat baik. Kalau lebih maka kemungkinan saringan yang ada pada corng terseumbat. Dalam operasi pemboran viscositas lumpur yang baik berkisar antara 36-45 detik Marsh Funnel.

2.      Fann VG Meter
Fann VG Meter maupun Stromer Viscometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur viscositas plastic dari lumpur bor. Prinsipnya adalah beberapa torsi yang dihasilkan bila lumpur diaduk dengan kecepatan tertentu.

Masukkan lumpur kedalam tbung, rotor sleeve ditenggelamkan dalam lumpur, putar sleeve sebesar 600 rpm sampai jarum pembacaan menunjukkan angka yang konstan, dan dicatat angkanya. Kemudian lakukan pula untuk putaran 300 rpm selisih pembacaan dengan putaran 600 rpm dan 300 rpm merupakan viscositas plastic dari lumpur.

Densitas

Densitas lumpur pemboran atau berat lumpur didefinisikan sebagai perbandingan berat per unit volume lumpur. Sifat ini berpengaruh terhadap pengontrolan tekanan subsurface dari formasi, sehingga dalam operasi pemboran densitas lumpur harus selalu dikontrol terhadap kondisi formasinya agar diperoleh performance atau kelakuan lumpur yang sesuai dengan fungsi yang diharapkan terhadap formasi yang dibor.
            Pengaturan densitas lumpur merupakan faktor penunjang keberhasilan pemboran. Densitas lumpur yang relatif terlalu berat bagi suatu formasi memungkinkan terjadinya lost circulation, sebaliknya densitas lumpur yang relatif terlalu kecil akan menyebabkan terjadinya blow out. Pengontrolan densitas lumpur dapat dilakukan dengan jalan penambahan zat-zat aditif yang umum dipakai untuk memperbesar harga densitas antara lain yaitu : barite (SG = 4.3), limestone (SG = 3.0), galena (SG = 7.0) dan bijih besi  (SG = 7.0). sedangkan untuk memperkecil atau mengurangi densitas lumpur pada umumnya dipakai aditif seperti air dan minyak. Cara lain untuk memperkecil densitas adalah dengan jalan pengurangan kadar  padatan lumpur di pemukaan. Penambahan densitas lumpur dilakukan pada satu siklus sirkulasi viscositasnya harus kecil karena dengan penambahan berat lumpur ini akan terjadi kenaikan viscositas. Densitas lumpur dipengaruhi oleh temperatur, densitas akan tururn jika temperaturnya naik. Satuan densitas dapat pula dinyatakan dalam gradient tekanan dengan satuan-satuan yang umum dipakai adalah :
o   Pounds per gallon, ppg   lb/gallon
o   Pounds per cubic feet   lb/cuft
o   Psi per 100 feet depth   psi/100ft

o   Specific gravity (SG)

Reactive Solid

Reactive solid atau fasa padatan bereaksi dengan sekelilingnya membentuk koloid yang merupakan suspensi yang reaktif terdispersi dalam fasa kontinyu (sifat koloid lumpur yang merupakan lembaran clay yang berukuran 10-20 Amstrong dan terdispersi dalam fasa kontinyu air). Dalam hal ini clay akan menghisap fasa cair air dan memperbaiki lumpur dengan meningkatkan densitas, viskositas, gel strength serta mengurangi fluid loss.
       Mud engineer biasanya membagi clay yang digunakan untuk lumpur menjadi tiga, yaitu : montmorillonite, kaolinite dan illite. Montmorillinite yang paling sering digunakan karena kemampuannya yang mudah swelling menghasilkan clay yang homogenous bercampur dengan fresh water. Dalam literature pemboran manual, montmorillonite direferensikan dengan bentonite, karena bentonite identik dengan clay montmorillonite. Atau dengan kata lain, dalam lumpur pemboran, yang bertindak sebagai reactive solid adalah bentonite.

      Bila bentonite bercampur dengan air, maka akan terbentuk lumpur yang berbentuk koloid. Air yang bercampur dengan bentonite ini adalah air tawar. Bila yang menjadi bahan dasar adalah air laut, maka yang menjadi rektive solinya adalah attapulgite, dimana attapulgite dapat bereaksi dengan air asin maupun air tawar.

Inert Solid

Inert solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang tidak bereaksi dengan fasa cair lumpur pemboran. Didalam lumpur pemboran inert solid berguna untuk menambah berat atau berat jenis lumpur, yang tujuannya untuk menahan tekanan dari formasi.       Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang di bor dan terbawa oleh lumpur seperti chert, pasir atau clay-clay non-swelling, dan padatan seperti ini bukan disengaja untuk menaikkan density lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin (biasanya menyebabkan abrasi dan kerusakan pompa dll).
Sebagai contoh yang umum digunakan sebagai inert solid dalam Lumpur bor adalah :
-          Barite (BaSO4).
Keuntungan menggunakan barite adalah murah harganya, barit jenis 4,2 bersih, tidak reaktif mengadung impurities silica sedikit, berwarna putih dan mempunyai kekerasan 2,5-3,5 skala mohs.
-          Oksida Besi (Fe2O3).
Mempunyai sifat yang kurang sempurna bila dibanding dengan barit, karena barasif dan berwarna merah, selain itu biaya transportasi dan pengolahan selama proses pembuatannya mahal.
-          Calcium Carbonat (CaCO3).
Digunakan terutama pada oil base mud dan mengakibatkan settling ratenya rendah, mempunyai berat jenis 2,7 dan dapat diperoleh dari kulit kerang atau shell yang dihaluskan kemudian dicuci dan dikeringkan.
-          Galena (PbS).

Pada formasi yang mempunyai tekanan abnormal umumnya menggunakan galena, karena mempunyai berat jenis yang lebih besar yaitu 6,8 sehingga diharapkan dapat untuk mengimbangi tekanan normal formasi.

Media Logging

Pada penentuan adanya minyak atau gas serta juga zona-zona air dan juga untuk korelasi dan maksud-maksud lain, diadakan logging (memasukkan  sejenis alat antara lain alat listrik atau gamma ray / neutron) seperti misalnya electric logging, yang mana memerlukan media penghantar arus listrik di lubang bor.

Mendapatkan Informasi dari Mud Logging

Kebanyakan praktek di lapangan yang modern mempercayakan elektrik logging untuk menentukan porositas, permeabilitas dan kandungan fluida dari formasi yang dibor. Untuk mendapatkan log dan interpretation yang baik, akan sangat tergantung pada sifat dan komposisi lumpur pemboran. Penggunaan spesifik densitas lumpur seringkali diperlukan untuk pengetahuan terhadap pengaruhnya pada log. Jika lumpur pemboran sekiranya kurang acceptable sebagai dasar penentuan logging yang baik, maka coring dapat digunakan untuk evaluasi formasi. Namun biaya coring akan menjadi sangat mahal dibandingkan total biaya pada penggunaan mud logging untuk pemboran suatu sumur.

            Penggunaan oil-base mud dalam sekali waktu akan mengalami kesulitan dalam mendapatkan logging yang baik karena kebocoran konduktifitas lumpur. Namun hal itu tidak berlangsung lama, sekarang lumpu pemboran yang tersedia tidak hanya tergantung pada konduktifitas lumpur. Informasi yang diperoleh dari analisa lumpur pemboran bersifat seketika itu juga (instantaneous), misalnya hadirnya oil dalam water-base mud (oil show) di permukaan mengindikasikan penetrasi menembus zona produktif. Adanya overpressure formasi pada kedalaman pemboran yang dalam didapatkan juga dari berkurangnya weight lumpur analisa checking flowline lumpur di permukaan. Mud gas juga berguna untuk mengindikasikan aliran gas masuk dalam wellbore jika permeabilitas formasi sangat rendah, tergantung pada lingkunagan geologi dan pemboran yang dilakukan.

Mengurangi Efek Negatif Caving Formasi

Pada zona permeable, impermeable cake dibentuk pada permukaan dinding lubang sumur saat pemboran. Lapisan ini biasanya disebut dengan mud cake yang merupakan hasil invasi inisial dari fasa liquid lumpur pemboran ke dalam zona permeable dan meninggalkan lapisan padatan, biasanya berupa plate clay, pada permukaan formasi. Dengan meningkatnya invasi dan lamanya waktu, ketebalan mud cake juga akan bertambah hingga menghasilkan impermeable cake yang kasar membatasi invasi liquid lumpur. Mud cake juga membantu menguatkan dinding lubang sumur sehingga dapat mencegah terjadinya caving pada formasi.
            Caving formasi merupakan hasil dari perubahan faktor hidrasi dari shale yang rentan oleh pengaruh air sehingga permukaan formasi mengembang dan mudah rapuh akibat proses hidrasi dengan akibat lebih lanjut menyebabkan terjadinya filtration loss. Lapisan vertikal pada dinding sumur cenderung akan mudah runtuh dan terjatuh dalam lubang dasar sumur jika diberikan tekanan yang besar atau terdapat perbedaan densitas yang cukup besar antara formasi dengan lumpur pemboran. Dalam kasus ini densitas lumpur harus dinaikkan dari satu hingga beberapa pound per gallon. Gel strength lumpur juga sebaiknya dinaikkan untuk menguatkan dan memberikan efek plastering di sepanjang permukaan dinding yang mudah rapuh atau runtuh. Mud cake juga bisa dinaikkan dengan menambahkan koloid atau dengan treatment kimiawi yang lainnya.

            Sifat lumpur yang dapat membentuk mud cake sangat bermanfaat, karena dapat mereduksi filtration loss akibat caving formasi lebih lanjut. Namun jika ketebalan mud cake terlalu tebal akan menyebabkan kesulitan dalam menurunkan atau mencabut drillstring dan atau run casing. Keberadaan mud cake yang terlalu tebal juga menyebabkan mengurangi efektifitas sidewall coring.

Menahan Berat Drill Pipe dan Casing

Drillstring dan casing di borehole akan mengalami gaya buoyance yang mendorong ke atas harus sebanding dengan berat yang dipindahkan oleh lumpur. Perhitungan tersebut mendasari pertimbangan untuk mereduksi beban peralatan dan struktur yang harus ditopang. Gaya buoyance meningkat dengan bertambahnya densitas lumpur dan mereduksi tegangan akibat beban drillstring dan casing pada kedalaman sumur.

Melepaskan Cutting dan Pasir Dipermukaan

Kemampuan Lumpur untuk menahan cutting selama sirkulasi dihentikan tergantung dari gel strength. Dengan cairan menjadi gel, tekanan terhadap gerakan cutting ke bawah dapat dipertinggi. Cutting perlu ditahan agar tidak turun ke bawah, karena bila ia mengendap di bawah bisa menyebabkan akumulasi cutting dan pipa akan terjepit. Selain itu akan memperberat rotasi permulaan dan juga mempercepat kerja pompa ntuk memulai sirkulasi kembali. Tetapi gel yang terlalu besar akan berakibat buruk juga, karena akan menahan pembuangan cutting dipermukaan (selain pasir). Penggunaan alat-alat seperti desander  atau shale saker dapat membantu pengambilan cutting atau pasir dari Lumpur permukaan. Patut ditambahkan, bahwa pasir jarus dibuang dari aliran Lumpur, karena sifatnya yang sangat abrasive pada pompa, fitting dan bit. Untuk ini biasanya kadar pasir maksimal yang boleh adalah 2%.

Mengontrol Tekanan Formasi



Pada formasi yang permeable, fluida yang berada disekitarnya akan mendapat tekanan sebagai fungsi kedalaman sumur. Sehingga diperlukan lumpur pemboran dengan densitas yang memadai untuk mengatasi tekanan formasi dan juga untuk menahan influks fluida agar tidak menghambur ke dalam lubang sumur. Disini lumpur harus mampu memberikan suatu tekanan hidrostatik yang cukup untuk mengimbangi tekanan formasi. Kondisi pemboran overbalanced dilakukan apabila tekanan yang terjadi disebabkan oleh takanan kolom lumpur melebihi tekanan formasinya. Sedangkan pemboran underbalanced biasanya dilakukan untuk mendiskripsikan tekanan yang terjadi disebabkan oleh tekanan kolom lumpur terlalu kecil untuk menahan tekanan formasinya.

Tekanan formasi umumnya adalah sekitar 0.465 psi/ft kedalaman. Pada tekanan yang normal, air dan padatan pemboran telah cukup untuk menahan tekanan formasi ini. Untuk tekanan yang lebih kecil dari normal (subnormal), beberapa sumur dibor menggunakan lumpur dengan densitas sekitar 9.5 ppg, densitas lumpur diperkecil agar lumpur tidak hilang masuk ke formasi. Sebaliknya untuk tekanan lebih besar dari normal (abnormal), sumur biasanya dibor menggunakan lumpur dengan densitas sekitar 18 ppg dengan menambahkan barite untuk memperberat lumpur. Suatu situasi memerlukan lumpur berdensitas besar untuk kedalaman dangkal dengan tekanan formasi yang tinggi dan mengandung gas, dan kemungkinan terjadi kebocoran casing sehingga menyebabkan tekanan diatas normal. Lumpur dengan densitas yang memadai diharapkan mampu menahan tekanan formasi selama proses pemboran untu mencegah terjadinya blowout.

Mendinginkan Serta Melumasi Bit dan Drill String

Dengan pertimbangan bahwa sejumlah panas terjadi selama perputaran bit dan drillstring yang dihasilkan oleh friksi pada bit dan beberapa titik dimana drillstring berhubungan dengan dinding formasi. Dinding formasi hanya sebagian kecil saja mampu menyerap panas karena keterbatasan secara fisik. Sedangkan kontak panas terbesar terjadi di sepanjang titik-titik sirkulasi lumpur hingga ke permukaan.

            Sifat lubricant (pelumas) lumpur dengan membentuk dinding film yang tipis (mud cake) akan menjadi sangat penting karena pertimbangan penghematan waktu dan biaya perawatan peralatan pemboran yaitu dengan mereduksi kerusakan premature akibat panas friksi. Resistansi friksi oleh bit dalam pemboran dan drillstring dalam berputar menentang bagian lubang sumur, jika tanpa adanya lumpur, akan memberikan efek bit menjadi cepat terbakar dan tumpul dan drillpipe menjadi abrasi. Dengan adanya lumpur mereduksi faktor friksi pada bit dan drillpipe, juga menyerap panas yang terjadi. Resistansi film lumpur juga dapat mengurangi beban friksi saat pipa dicabut. Semua lumpur yang disirkulasikan merupakan lumpur yang mempunyai kriteria resitan terhadap panas dan cukup mampu melumasi untuk mendinginkan bit dan drillstring.

Mengangkat Cutting Ke Permukaan

Lumpur yang mengalir keluar dari nozzle bit yang ditekan oleh tenaga jet akan memebersihkan permukaan lubang dan membawa cutting ke atas ke permukaan. Meskipun gaya gravitasi cenderung menarik cutting kembali ke bawah (slip velocity), jika kecepatan dari volume lumpur dan annular velocity yang mendorong ke arah atas mencukupi atau lebih besar terhadap slip velocity maka cutting akan dapat diangkat ke permukaan oleh lumpur. Slip velocity harus lebih kecil dari rata-rata annular velocity yang merupakan fungsi dari ukuran borehole dan kondisi pump output dari drillpipe dan drillcollar. Annular velocity merupakan perbandingan antara pump output (bbl/min) dibagi annular volume (bbl).
            Efisiensi pengangkat cutting yang merupakan fungsi kapasitas lumpur dalam mengangkat ke permukaan tergantung beberapa faktor, antara lain:
1.      Densitas lumpur pemboran.
Penambahan densitas lumpur akan menaikkan gaya buoyance acting, dimana setiap partikel-partikel lumpur mempunyai arah yang berlawanan dengan gaya gravitasi. Sehingga kapasitas angkat lumpur akan terbantu mendorong dan membawa cutting ke permukaan oleh gaya buoyance.
2.      Viskositas dan gel strength.
Sejumlah lumpur yang mempunyai viskositas dan gel strength rendah akan memberikan kenaikkan persen partikel pada annular velocity dan waktu sirkulasi yang sama, karena pada percobaan yang dilakukan oleh Bruce dan William lumpur dengan viskositas dan gel strength rendah, yang hanya mempunyai kapasitas pengangkatan kecil (partikel-partikelnya tidak terikat dengan kuat dan berukuran medium), hanya mampu membawa cutting yang relatif kecil jika dibandingkan dengan viskositas dan gel strength yang besar.
3.      Distribusi velocity di annulus.
Kapasitas mengangkat cutting yang besar dapat dicapai dengan aliran turbulent daripada aliran laminar untuk lumpur yang memiliki viskositas rendah. Hal ini disebabkan karena efek turbulensi lumpur yang cenderung meminimalisasi cutting yang terselip di ruang dekat pipa atau dinding lubang sumur dengan gerakan aliran bergelombangnya dan ditransportasikan ke permukaan.
4.      Efek torsi terhadap kapasitas lumpur pengangkat.
Rotasi drillpipe selama pemboran berpengaruh terhadap kapasitas pengangkatan lumpur yang memiliki lairan laminar maupun turbulent. Rotasi drillpipe berkaitan dengan tanaga putar aliran viscous, yang mana dapat menjadi panghalang terhadap pengangkatan cutting. Efek torsi (tenaga putar) akan menyebabkan partikel yang tipis untuk cenderung berputar berbalik turun ke bawah akibat variasi velocity lumpur
5.      Dimensi partikel.

Desain bit menentukan ukuran dan bentuk cutting yang dihasilkan. Besarnya fisik cutting akan sangat berpengaruh terhadap kapasitas pangangkatan oleh lumpur. Partikel yang memiliki katebalan diameter yang besar cenderung sulit diangkat dari wellbore, karena partikel tersebut akan balik turun ke dasar sumur dengan berat yang relatif besar.

Tuesday, November 11, 2014

PSEUDO-STEADY STATE

      Pseudo-Steady State merupakan suatu kondisi keadaan dimana efek dari kondisi batas reservoir mulai terasa. Model aliran pseudo-steady state mempunyai asumsi bahwa pada waktu tertentu tekanan pada matriks batuan disetiap titik menurun jika di produksikan dengan laju alir konstan. Kemudian aliran dari matriks ke rekahan sebanding dengan perbedaan tekanan antara tekanan matriks dan tekanan di dekat rekahan. Kondisi Pseudo-steady state juga menganggap tidak ada gradien tekanan unsteady-state pada matriks dengan asumsi bahwa kondisi aliran pseudo-steady state terjadi sejak awal aliran.
Solusi aliran pseudo-steady state di kembangkan oleh Warren dan Root yang memprediksikan bahwa plot semilog profil tekanan pada uji analisis Horner akan menghasilkan dua buah garis lurus yang pararel. Kemiringan garis awal menggambarkan kelakuan homogen dari rekahan sebelum matriks memulai untuk mensuplai fluida ke rekahan. Pada periode ini, formasi berkelakuan seperti reservoir homogen dengan kontribusi aliran seluruhnya hanya berasal dari rekahan.
Selanjutnya kehilangan tekanan pada rekahan semakin besar dan fluida di matriks mulai mengalir ke rekahan sehingga daerah transisi mulai tampak sampai akhirnya terjadi kesetimbangan aliran antara matriks dan rekahan. Pada keadaan ini reservoir juga berkelakuan seperti reservoir homogen tetapi sistem terdiri dari matriks dan rekahan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMfi4CP3SOFMXTXQR2OHiltCvgPsHLzYpP9v4yQhtM2dup84NpurRg8SZXDCtx2Av6GnYXKqwq5hA3xoe6kh32B9VS7cmQSOsa_AcBYp3pZzSxsQoxtitbri2TBXM41oHImLEE41APpBYi/s320/Gambar11.jpg
(Gambar Karakteristik Respon Tekanan oleh Warren dan Root)

Kemiringan garis kedua mengindikasikan permeabilitas total di kalikan ketebalan sistem matriks rekahan. Karena permeabilitas rekahan lebih besar dari permeabilitas matriks, maka kemiringan kedua hampir identik dengan kemiringan awal. Pada kenyataannya bentuk semilog plot dari data pada reservoir rekah alami hampir selalu tidak menunjukkan adanya wellbore storage dan tidak jelas pula pada daerah transisi diantara kedua garis seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas.

STEADY STATE

   Steady State merupakan kondisi dimana perubahan tekanan tidak bergantung terhadap perubahan waktu. Contoh model yang berkaitan dengan steady state :
1.      Model Electrolitic
Model electrolitic steady-state dikembangkan oleh Botset, Wyckoff dan Muskat untuk menganalisa pergerakan front fluida di reservoir. Model ini didasarkan pada analogi hukum Ohm dengan hukum Darcy untuk aliran fluida dalam media berpori. Model electrolitic steady state dapat dibuat pada kertas filter atau agar gelatin untuk menganalisa distribusi potensial. Skala model ini dibuat secara geometris.

2.      Model Potentiometric

Model potentiometric merupakan model steady-state yang menggunakan wadah tertentu sesuai dengan batas reservoir, permeabilitas dan ketebalan reservoir yang dimodelkan. Sumur-sumur diwakili dengan elektroda tembaga yang diletakkan dalam suatu medium. Medium ini terdiri atas elektrolit seperti kalium klorida (KCl). Laju injeksi dan laju produksi dimodelkan dengan arus bolak-balik tertentu. Tujuan penggunaan model potentiometric adalah untuk menentukan distribusi potensial steady state. Garis gelombang (stream line) dapat ditentukan dengan memplot sejumlah titik potensial dalam sudut yang tepat terhadap garis isopotensialnya. Stream line dapat digunakan untuk menentukan lokasi front pendesakan dengan memperhitungkan jarak yang ditempuh stream line yang berasal dari suatu sumber.

IPR

IPR (Inflow Performance Relationship) adalah metode penentuan besarnya kemampuan reservoir untuk mengalirkan fluida ke dasar sumur. Produktifity index yang di peroleh secara langsung maupun secara teoritis hanya merupakan gambaran secara kualitas mengenai kemampuan suatu sumur untuk berproduksi. Inflow Performance Relationship terdiri dari :
a.       Dasar pemilihan metode produksi
Untuk memilih metode untuk mendapatkan produksi yang optimum, maka sebagai dasar pemilihan metode produksi yang perlu untuk di perhatikan adalah Karakterisktik Reservoir dan Karakteristik Lubang Sumur.

b.      Karakteristik Reservoir
Karakteristik (kondisi) reservoir merupakan salah satu factor penting dalam pemilihan metode produksi. Kondisi batuan reservoir kemungkinan terdapat produktif lebih dari satu, untuk perhitungannya berbeda dengan kondisi batuan reservoir yang produktif hanya satu. Karakteristik yang mempengaruhi metode produksi yaitu viskositas dan specific gravity (SG).

c.       Kondisi lubang sumur produksi
Kondisi lubang sumur mempengaruhi metode produksi yang sesuai dan optimum. Kondisi sumur yang di harapkan adalah kedalaman sumur, kemiringan sumur, diameter casing dan komplesi sumurnya.

d.      Metode sembur alam (natural flow)
Tekanan reservoir yang besar mendorong fluida reservoir keluar ke permukaan tanpa ada bantuan alat atau bahan kimia. Keadaan ini hanya terjadi pada awal produksi. Karena seiring banyaknya fluida yang telah keluar, tekanan reservoir akan turun.

e.       Metode produksi pengangkatan buatan (artificial lift)
Setelah tekanan reservoir mulai menurun dan tidak dapat mendorong fluida keluar dari reservoir lagi sampai di permukaan. Maka cara untuk mengangkat minyak dari reservoir adalah artificial lift atau pengangkatan buatan.

Dengan membuat grafik inflow performance relationship (IPR), dapat di perkirakan produksi setelah perekahan. Apabila perkiraan produksi sumur setelah perekahan hidraulik tidak menunjukkan hasil yang signifikan, maka sumur tersebut tidak perlu melakukan perekahan hidraulik.  Kriteria dari perekahan hidraulik yaitu :
·         Sumur di komplesi pada zone yang masih produktif
·         Zone produktif terisolasi dengan baik
·         Tekanan static reservoir masih cukup besar
·         Sumur masih berproduksi secara alami (natural flow)
·         Aliran fluida reservoir mengalami hambatan (di perkirakan sumur mengalami kerusakan formasi yang parah)

Kriteria Inflow Performance Relationship dari produktifitas sumur satu fasa pada reservoir dengan bottom water yaitu :
·         Periksa plot tekanan tidak berdimensi terhadap waktu yang menghasilkan kemiringan 1.151 bpada periode early transient. Hal ini berlaku pada aliran fasa tunggal dan fasa ganda.
·         Periksaplot kurva IPR untuk reservoir tanpa berdimensi mekanisme pendorong yang membentuk sudut 4.

·         Periksa material balance error dalam proses perhitungan simulator, toleransi mutlak yang telah di tentukan pada harga tekanan saturasi yang di hasilkan adalah rata-rata antara 104-105

PENGERTIAN RESERVOIR

Reservoir adalah tempat terakumulasinya fluida hidrokarbon (gas, oil, water) yang telah bermigrasi dari source rock. Pertama-tama, fluida terbentuk di source rock (batuan induk) yang kemudian diolah di kitchen. Setelah diolah, fluida bermigrasi ke reservoir. Fluida hidrokarbon ini dibawa migrasi oleh batuan pembawa atau carrier bed. Setelah sampai d reservoir dan terjebak oleh perangkap atau jebakan (trap) seperti sesar/patahan atau terjebak oleh lipatan. Fluida tidak bisa migrasi dan akhirnya terakumulasi di reservoir. Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen (batu pasir, batu karbonat) dan batuan shale (lempung). Parameter-parameter di dalam reservoir sebagai berikut :

a.       Syarat-syarat terakumulasinya minyak dan gas bumi :
Ø  Adanya Batuan Induk (Source Rock)
Batuan sedimen yang mengandung bahan organic sisa-sisa hewan atau tumbuhan yang mengalami proses pematangan jutaan atau ribuan tahun yang menghasil fluida hidrokarbon.

Ø  Adanya Batuan Reservoir Rock
Batuan sedimen yang mempunyai pori sehingga fluida hidrokarbon yang telah terproses di source rock dapat masuk dan terakumulasi di dalamnya.

Ø  Adanya Batuan Perangkap
Batuan yang berfungsi sebagai penghalang atau jebakan agar fluida yang bermigrasi dapat berhenti atau tidak bermigrasi lebih jauh lagi.

Ø  Adanya Batuan Penutup (Cap Rock)
Batuan sedimen yang tidak dapat dilalui oleh fluida (impermeable), sehingga fluida terjebak di dalam batuan tersebut.

Ø  Adanya Jalur  Migrasi
Jalur yang membawa fluida dari source rock ke reservoir. Fluida ini dibawa oleh carrier bed atau batuan pembawa.

b.      Jenis-jenis reservoir minyak
Ø  Undersaturated Reservoir
Undersaturated Reservoir adalah reservoir yang mempunyai tekanan awal reservoir lebih besar dari tekanan saturasi (Pi>Pb). Kondisi undersaturated reservoir dapat menjadi saturated reservoir apabila penurunan tekanan melewati tekanan saturasi (bubble point pressure) sehingga di dalam reservoir akan terbentuk gas cap. Namun, tidak semua akan mengalami perubahan fasa dari kondisi saturated. Hal ini bergantung pada komposisi penyusun fluida hidrokarbon.

Ø  Saturated Reservoir
Saturated Reservoir adalah reservoir yang mempunyai tekanan reservoir lebih kecil atau di bawah tekanan bubble point-nya (Pi<Pb).  Pada suatu keadaan menunjukkan kondisi saturated reservoir dimana reservoir memiliki fasa gas bebas, fasa minyak, dan fasa air. Baik gas terlarut ataupun gas cap keduanya merupakan sumber tenaga reservoir yang berfungsi sebagai tenaga dorong minyak dari dalam reservoir ke atas permukaan.

c.       Sifat fisik fluida reservoir
Fluida reservoir adalah fluida yang mengalir mengisi rongga pori-pori batuan reservoir yang dapat berupa minyak, gas, ataupun air. Fluida reservoir ini memiliki sifat dan komposisi yang berbeda tergantung dari lingkungan pengendapannya. Karakteristik fluida reservoir di peroleh dari  hasil analisa laboratorium yang di kenal dengan nama PVT (Pressure, Volume, Temperature). Apabila data laboratorium tidak tersedia dapat digunakan metode-metode korelasi yang tersedia misalnya, korelasi standing. Sifat-sifat fisik fluida reservoir antara lain :
Ø  Spesifik Gravity (SG)
Spesifik Gravity (SG) merupakan perbandingan massa jenis fluida pada temperature 60oF dengan massa jenis air pada volume dan temperature yang sama.

Ø  Viskositas (m)
Viskositas merupakan kemampuan suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Viskositas minyak di pengaruhi oleh temperature, tekanan dan jumlah gas yang terlarut di dalam minyak.

Ø  Faktor volume formasi minyak (Bo)
Factor volume formasi minyak merupakan volume minyak pada tekanan dan temperature reservoir yang di tempati oleh satu stock tank barrel (STB) minyak dan gas dalam larutan. Harga ini selalu lebih besar atau sama dengan satu.

Ø  Porositas (f)
Porositas adalah perbandingan volume pori-pori dengan volume total dari suatu batuan (bulk volume).

Ø  Permeabilitas (k)
Permeabilitas adalah ukuran media berpori untuk meloloskan atau melewatkan suatu fluida. Jika media berpori tidak berhubungan maka batuan tersebut besifat non-permeable.

Ø  Saturasi
Saturasi adalah perbandingan antara volume pori batuan yang terisi fluida formasi dengan total volume pori yang terisi fluida dalam batuan reservoir per satuan volume pori. Saturasi bisa di definisikan sebagai kemampuan suatu fluida untuk menjenuhi suatu batuan.

Ø  Resistivity
Resistivity adalah kemampuan suatu material untuk menghantarkan arus listrik atau hambatan.

Ø  Wettability
Wettability merupakan kemampuan suatu batuan  untuk dibasahi oleh fasa fluida.

Ø  Tekanan Kapiler / Capilary Pressure (Pc)

Tekanan kapiler di definisikan sebagai perbedaan tekanan antara fluida yang membasahi batuan dengan fluida yang bersifat tidak membasahi batuan.

JENIS KOROSI

Beberapa Produk anti korosi (karat) di pasaran hanya  cocok untuk kondisi karat tertentu saja , padahal jenis korosi ada banyak jenisnya. Antara lain :
  1. Karat Proses Elektrokimia : karat atmosfer, karat-karat galvanis, karat arus liar, karat air laut, karat tanah, dll
  2. Karat Proses Kimia : karat pelarutan selektif karat merkuri, kart asam, karat titik embun, gravitasi. dll
  3. Karat Proses Kombinasi Elektrokimia, kimia dan fisik : karat tegangan, korosi erosi,dll
  4. Karat Mekanis : fretting, fatiq, serangan tumbukan partikel, kavitasi, erosi/ abrasi,dll
  5. Karat suhu tinggi : oksidasi, karat metal cair,dll
  6. Karat biologis : bakteri pereduksi sulfat
  7. Pembusukan metal karena cemaran zat kimia: penggetasan hidrogen, penggetasan sulfur, penggetasan caaustic, hydrogen blister, dll
  8. Karat batas kristal metal : intergranullar / intercrystaline corrosion, interdendritic corrotion

KOROSI

Korosi atau perkaratan logam merupakan proses oksidasi sebuah logam dengan udara atau elektrolit lainnya, dimana udara atau elektrolit akan mengami reduksi, sehingga proses korosi merupakan proses elektrokimia, lihat Gambar 7.11.
gambar 7.11
Gambar 7.11. Korosi logam Fe dan berubah menjadi oksidanya
Korosi dapat terjadi oleh air yang mengandung garam, karena logam akan bereaksi secara elektrokimia dalam larutan garam (elektrolit). Pada proses elektrokimianya akan terbentuk anoda dan katoda pada sebatang logam. Untuk itu, kita bahas bagaimana proses korosi pada logam besi. Pertama-tama besi mengalami oksidasi;
Fe  Fe2+ + 2e E0 = 0.44 V
dilanjutkan dengan reduksi gas Oksigen;
O2 + 2 H2O + 4e  4OH- E0 = 0.40 V

Kedua reaksi menghasilkan potensial reaksi yang positif (E = 0.84 V) menunjukan bahwa reaksi ini dapat terjadi. Jika proses ini dalam suasana asam maka, proses oksidasinya adalah
O2 + 4 H+ + 4e  2 H2O E0 = 1.23 V
dan potensial reaksinya semakin besar yaitu:
E = (0.44 + 1.23) = 1.63 Volt.

Dengan kata lain proses korosi besi akan lebih mudah terjadi dalam suasana asam. Faktor yang mempengaruhi proses korosi meliputi potensial reduksi yang negatif, logam dengan potensial elektrodanya yang negatif lebih mudah mengalami korosi. Demikian pula untuk dengan logam yang potensial elektrodanya positif sukar mengalami korosi.

Untuk mencegah terjadinya korosi, beberapa teknik atau cara diusahakan. Dalam industri logam, biasanya zat pengisi (campuran) atau impurities diusahakan tersebar merata didalam logam. Logam diusahakan agar tidak kontak langsung dengan oksigen atau air, dengan cara mengecat permukaan logam dan dapat pula dengan melapisi permukaan logam tersebut dengan logam lain yang lebih mudah mengalami oksidasi.
Cara lain yang juga sering dipergunakan adalah galvanisasi atau perlindungan katoda. Proses ini digunakan pada pelapisan besi dengan seng. Seng amat mudah teroksidasi membentuk lapisan ZnO. Lapisan inilah yang akan melindungi besi dari oksidator.

kesimpulannya adalah sebagai berikut :

Faktor yang berpengaruh terjadinya korosi

1. Kelembaban udara
2. Elektrolit
3. Zat terlarut pembentuk asam (CO2, SO2)
4. Adanya O2
5. Lapisan pada permukaan logam
6. Letak logam dalam deret potensial reduksi


Mencegah Terjadinya Korosi
1. Dicat
2. Dilapisi logam yang lebih mulia
3. Dilapisi logam yang lebih mudah teroksidasi
4. Menanam batang-batang logam yang lebih aktif dekat logam besi dan dihubungkan
5. Dicampur dengan logam lain